Senin, 21 Maret 2016

Leon vs Hamzah

Pagi yang cerah. Di sebuah kelas bertuliskan KELAS 5, seperti biasanya para siswa berisik berbicara tentang hal-hal yang menurut mereka asyik dibicarakan kepada teman-temannya. Bicara tentang permainan, PR yang menurutnya sulit, ulangan harian, dan lain sebagainya. Tampak seorang anak laki-laki melongokkan kepalanya di pintu, sebentar dan langsung segera duduk manis di bangkunya sambil memberikan isyarat diam kepada teman-temannya. Tidak lama kemudian, sang guru datang. Semua siswa pun segera menyesuaikan diri di bangkunya masing-masing. Diam seketika.
“Silahkan masuk!” Ucap Bu Mila setelah mengucapkan salam kepada siswa-siswanya.
Masuklah seorang siswa laki-laki, para siswa pun mulai bisik-berbisik mengenai siswa laki-laki tersebut dengan teman yang berada di dekatnya, membuat suasana kelas cukup berisik kembali.
“Anak-anak silahkan diam,” ucap Bu Mila.  Semua siswapun diam. “Tolong dengarkan teman barumu akan berkenalan” lanjut Bu Mila.
Para siswa pun mendengarkan perkenalan teman barunya. Tapi, ada salah satu siswa yang tidak tertarik dengan penjelasan siswa baru itu, Leon namanya, dia lebih memilih serius mengamati penampilan siswa baru tersebut.
Rambut yang tertata rapi, wajah yang terlihat ceria, serta berpenampilan rapi. Benda-benda yang dipakainya diamati satu per satu. Tas yang disandang di bahunya, sepatu, serta jam yang melingkar di tangannya, semuanya cukup sederhana, bukan barang mewah. Kemudian Leon beralih pada benda kotak yang tertempel di dada sebelah kanan, sebuah papan nama kecil bertuliskan HAMZAH. Setelah pengamatan terhadap teman barunya selesai, ia pun sibuk dengan buku-buku di mejanya, tak lagi mau menggubris perkenalan singkat Hamzah.
***
Pelajaran IPA pun dimulai. Sebelum Bu Mila menjelaskan materi, beliau memberikan pertanyaan kepada siswanya. Leon pun langsung mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut.  Sudah dihafal oleh guru dan teman-temannya bahwa Leon selalu menjadi yang pertama kali mengangkat tangan dan sebagian banyak jawabannya benar. Namun sayang, jawabannya kali ini kurang benar. Meski dia mudah menguasai semua mata pelajaran, namun ada pelajaran yang tidak terlalu dikuasainya yakni materi yang banyak hafalannya seperti IPA dan IPS.
“Jawaban Leon bagus, tapi masih kurang benar, siapa lagi yang bisa menjawab?” tanya Bu Mila.
“Pernapasan dada melibatkan aktivitas tulang dada dan otot tulang rusuk, sedangkan pernapasan perut melibatkan aktivitas otot diafragma” jawab Hamzah tanpa angkat tangan terlebih dahulu. Guru dan semua temanpun menatap ke arah Hamzah. Begitu juga dengan Leon, dia juga menatap Hamzah, tapi bukan tatapan kagum seperti tatapan guru dan teman-temannya, melainkan tatapan sinis nan tajam.
“Jawaban yang tepat Hamzah” kata Bu Mila sambil mengacungkan jempol ke arah Hamzah.
Mendengar pujian guru kepada Hamzah, Leon mulai iri pada Hamzah. Tak pernah dia bayangkan akan ada teman yang menyainginya. Dia marah sekaligus takut jika posisi juara kelasnya diganti oleh siswa baru tersebut.
“Heleh, mungkin dia hanya jago pada pelajaran IPA” kata Leon dalam hati mencoba menghibur dirinya sendiri.
***
Bel istirahat pun berbunyi. Kesempatan ini digunakan Hamzah untuk mengenal teman-teman sekelasnya. Dengan wajah yang bersahabat serta ramah membuat dirinya mudah akrab dengan siapapun, termasuk teman-teman barunya.
“Setelah istirahat jangan lupa ada ulangan matematika” seru Leon sebagai ketua kelas mengingatkan teman-temannya. Anak yang unggul dalam hal hitung menghitung ini selalu senang jika ada ulangan matematika, karena dia yakin pasti mendapatkan nilai tertinggi.
“Aku Reno”.
“Aku Aldi”
“Aku Tommy”.
Reno, Aldi, dan Tommy mengenalkan namanya kepada Hamzah dengan senyum.
“Kamu pasti ketua kelasnya kan?” tanya Hamzah sambil menyodorkan tangan kanannya pada Leon, ingin menjabat tangannya. Sayang, Leon tidak menerima uluran tangannya, Leon malah memperlihatkan wajah sinis dan segera duduk di bangkunya.
Hamzah sedikit kecewa dengan sikap ketua kelasnya.
“Cepetan belajar matematika sana, Zah! Kamu pasti belum belajar kan?” ujar Tomy.
“Iya, sana-sana” Reno dan Aldi ikut-ikutan menyuruh Hamzah untuk segera duduk di bangkunya agar Hamzah tidak terlalu kecewa atas perlakuan Leon. Aldi, Reno, dan Tommy sudah berteman akrab dengan Leon sejak mereka duduk di kelas tiga. Jadi, mereka sudah paham apa maksud Leon tidak mau berkenalan dengan Hamzah. Itulah jeleknya Leon, dalam berteman dia selalu pilih-pilih. Hanya anaknya orang kaya saja yang bisa berteman akrab dengannya, seperti Aldi, Reno, dan Tommy.
Bel masuk berbunyi dan ulangan matematika pun dilaksanakan. Semua siswa mengerjakan dengan serius dan sungguh-sungguh. Walaupun ada beberapa siswa yang terlihat kebingungan dan mencoba untuk bertanya temannya, namun tidak mereka lakukan karena takut pada Bu Mila.
Satu setengah jam sudah ulangan harian matematika berlangsung. Bu Mila pun meminta Leon untuk mengumpulkan pekerjaan teman-temannya. Satu per satu pekerjaan temannya pun diambilnya dan dikumpulkan kepada Bu Mila yang kemudian dikoreksi. Sambil menunggu hasil ulangan, siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang ada di buku paket mereka.
Tiga puluh menit kemudian, Bu Mila membagikan hasil ulangan matematika tersebut. Kertas ulanganpun sudah di tangan mereka masing-masing. Untuk mereka yang mendapatkan nilai bagus, mereka sangat senang. Bagi yang mendapatkan nilai kurang, sudah pasti mereka cukup kecewa. Untuk Leon, dia terlihat begitu bahagia mendapati angka sembilan puluh delapan pada kertas ulangannya.
“Nilai sempurna pada ulangan matematika ini diraih oleh Hamzah! Selamat Hamzah, pertahankan prestasimu!” kata Bu Mila memuji Hamzah.
“Alhamdulillah” ucap Hamzah lirih.
“Untuk yang lain, lebih rajin lagi ya belajarnya”.
“Iya Bu,” jawab para siswa serentak.
“Agar kalian bisa mendapatkan nilai seratus seperti Hamzah” lanjut Bu Mila.
“Wah, ternyata ada yang lebih jago dari Leon teman-teman” Edo bersuara yang diikuti tawa teman-temannya.
“Leon sudah bagus, hanya saja mungkin dia kurang teliti” ujar Bu Mila berharap untuk ulangan ke depan Leon harus lebih teliti lagi. “Oke anak-anak, besok kita ulangan IPA ya, jangan lupa belajar rajin” lanjut Bu Mila.
“Ya Buuu”.
Bel pulang berbunyi, kali ini Leon langsung segera keluar kelas tanpa menunggu maupun menyapa Aldi, Reno, dan Tommy seperti biasanya. Mereka memanggil Leon, namun Leon tak mempedulikannya, dia tetap terus berlari dan mengambil sepedanya. Sikap Leon membuat mereka bingung. Mereka mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah mereka buat sehingga membuat Leon seperti itu, namun mereka tak menemukan juga, ini berarti memang mereka tidak berbuat salah.
“Tommy, Aldi, Reno, aku pulang dulu ya, assalamulaikum” Hamzah menyapa Reno, Aldi, dan Tommy yang masih bingung dengan sikap Leon.
“Iya, Zah, wa’alaikumussalam” jawab mereka bertiga bersama yang kemudian segera mengikuti langkah Hamzah mengambil sepeda di parkiran.
Bruug.
Suara itu mengagetkan Reno, Aldi, dan Tommy yang lagi sibuk mengeluarkan sepedanya di tempat parkir. Merekapun menoleh ke arah suara itu muncul, dan mendapati Leon duduk di lapangan sekolah dengan sepeda yang ambruk di sampingnya. Lalu mereka pun segera mengambil sepedanya dan cepat-cepat menghampiri Leon.
“Leon, kamu tidak apa-apa?” mengetahui Leon terjatuh, Hamzah langsung turun dari sepedanya dan berniat membantu Leon berdiri. Namun, Leon mencegahnya dengan mengibaskan tangan Hamzah. Leon juga tidak menjawab pertanyaan Hamzah, dia hanya diam dengan wajah lebih geram dari pada di kelas tadi.
“Leon, kenapa sih kamu buru-buru pulang?” tanya Tommy menghampiri Leon yang masih duduk di lapangan sekolah. Begitu juga dengan Aldi dan Reno, mereka menghampiri Leon dengan panik.
“Apa yang sakit?” tanya Aldi.
Leon pun memperlihatkan lututnya yang luka dan mengeluarkan darah yang tidak mengalir. Melihat luka Leon, Hamzah segera sibuk dengan tasnya untuk mengambil betadine.
“Heh, apa yang akan kamu lakukan?” akhirnya Leon bersuara setelah melihat betadine di tangan kanan Hamzah. “Kamulah yang menyebabkan kecelakaan ini” Leon berbicara sinis pada Hamzah. Meski Leon berbicara kasar pada Hamzah, tapi Hamzah tidak peduli. Menurut Hamzah, ada yang lebih penting dari menjawab perkataan Leon, yaitu mengobati luka Leon. Awalnya Leon menolak untuk ditetesi betadine, namun karena paksaan dari ketiga temannya, dia pun mempersilahkan Hamzah mengobati lukanya.
“Heh, kenapa kamu mau mengobati lukaku?” tanya Leon pada Hamzah ketika Hamzah memasukkan betadine ke dalam tasnya. “Kamu tidak merasa kalau aku membencimu?” lanjut Leon kemudian.
Hamzah tersenyum mendengar pertanyaan Leon, “Iya aku tahu, bahkan aku juga merasa kamu tidak akan pernah mau berteman denganku” jawab Hamzah yang kemudian mengambil sepedanya yang tergeletak di sampingnya. “Tidak masalah kan kalau air toba dibalas dengan air susu?” tanya Hamzah dengan senyum meledek.
Aldi, Tommy, dan Reno memikirkan kalimat yang diucapkan Hamzah. Mereka seperti pernah mendengar, namun masih lupa-lupa ingat akan arti pernyataan Hamzah. “Oh iya, justru itu baik Zah kalau kejahatan dibalas dengan kebaikan” ujar Tommy setelah menemukan arti dari pernyataan Hamzah.
Reno pun ingat setelah Tommy mengatakan artinya dan langsung berkata, “Iya, dari pada air susu dibalas dengan air toba, kan tidak punya rasa terima kasih banget tuh orang, ya gak teman-teman?” Reno melemparkan pertanyaan ke arah teman-temannya. Aldi dan Tommy mengangguk menyetujui perkataan Reno. Sedangkan Leon tetap diam sambil menahan perih luka di lututnya.
“Ya sudah, aku pulang duluan, semoga cepat sembuh Leon, assalamualaikum” kata Hamzah yang kemudian mengayuh sepedanya.
“Iya, waalaikumussalam” jawab Reno, Aldi, dan Tommy.
“Hamzah, tunggu dulu!” teriak Leon.
Hamzah berhenti tepat di gerbang sekolah dan menoleh ke belakang ke arah Leon dan teman-temannya. Tampak Leon berusaha untuk berdiri yang dibantu oleh ketiga temannya. Dia pun menaiki sepedanya dan diikuti oleh ketiga temannya. Karena lukanya tidak terlalu parah, Leonpun tetap bisa mengayuh sepeda meski lukanya belum sembuh total.
Leon mengayuh sepeda dengan hati-hati, “Kalau aku berteman dengan Hamzah, pasti besok dia mau membantuku mengerjakan ulangan IPA” ucap Leon dalam hati.
“Ada apa?” tanya Hamzah setelah Leon menghampirinya.
Leon mengulurkan tangannya pada Hamzah, “Maafkan aku, maukah kamu jadi temanku?” kata Leon.
Reno, Aldi, dan Tommy pun bingung dengan sikap Leon yang tiba-tiba mengajak Hamzah untuk menjadi temannya. Karena biasanya, kalau mulai awal sudah tidak suka dengan seseorang, selamanya dia tidak akan mau berteman, kecuali kalau ada yang diharapkan Leon dari anak tersebut.
Hamzah juga tak kalah bingungnya, dia bingung karena menurut teman sebangkunya tadi, dia bukan tipe anak yang akan dijadikan teman Leon. Awalnya Hamzah ragu-ragu, namun akhirnya dia menerima uluran tangan Leon dan dengan senang hati mau berteman dengan Leon. Mereka berdua pun berjabat tangan.
***
Matahari pagi kembali muncul membuat cerahnya pagi. Hamzah sampai di gerbang sekolah tepat pukul 06.30. Seperti biasanya, penampilannya rapi dan terlihat siap menerima ilmu dari guru yang mengajar hari ini.
“Hamzah!”
Mendengar namanya dipanggil, dia pun berhenti dan menoleh ke arah suara tersebut. Dia mendapati seorang bapak dengan anaknya lagi berhenti berseberang dengannya. Mereka terlihat akan menyeberang menuju gerbang sekolah. Hamzah mengamati bapak tersebut (tanpa melihat anak yang diboncengnya), dia seperti tidak asing dengan bapak yang memanggilnya.
“Kamu Hamzah anaknya Pak Firman?” tanya bapak tersebut setelah mendekati Hamzah.
“Oh iya, Om Anto?” tanya Hamzah memastikan. Dia pun bersalaman dengan Pak Anto.
“Ayah kok mengenalnya?” tanya anak yang dibonceng setelah turun dari motor.
“Leon?” Hamzah kaget mengetahui anak yang dibonceng Pak Anto ternyata adalah Leon.
“Oh iya, kalian satu kelas ya? Hamzah, Leon ini anak om yang biasanya om ceritakan ke kamu. Ini lukanya belum sembuh total, makanya dia dilarang naik sepeda sama ibunya” jelas Pak Anto.
Hamzah mengangguk tersenyum mendengar penjelasan Pak Anto.
“Dan Leon, Hamzah ini adalah anaknya Pak Firman, juragan buahnya Ayah, masih ingat?” tanya Pak Anto pada Leon.
Leon pun mengangguk dengan wajah kaget karena mengetahui bahwa ternyata Hamzah adalah anaknya Bos dari ayahnya. Ayah Leon adalah juragan buah, pedagang-pedagang buah kecil mengambil buah di rumah ayah Leon, dan ayah Leon mengambilnya dari ayahnya Hamzah.
“Ini berarti Hamzah lebih kaya dari aku” ucap Leon dalam hati.
“Ya sudah, Om tinggal dulu Hamzah, barengin Leon masuk kelas ya” pinta pak Anto.
“Siap Om”.
Hamzah menuntun sepedanya dari  gerbang sampai ke tempat parkir, dan Leon berjalan menjajari Hamzah. Keduanya hanya diam tanpa berbicara apapun. Leon masih tidak mengira bahwa Hamzah yang berpenampilan serta memakai benda-benda sederhana ternyata anaknya Pak Firman, juragan buah kaya raya.
“Sudah siap menghadapi IPA?” tanya Hamzah membuyarkan lamunan Leon.
Leon hanya menjawab dengan anggukan.
***
Bel masuk berbunyi. Jam pertama adalah jadwalnya kelas 5 ulangan IPA. Setelah berdoa, Bu Mila membagikan kertas soal beserta kertas jawabannya. Para siswa begitu serius mengerjakan ulangan harian ini. Kelas begitu hening.
Pelajaran IPA adalah pelajaran yang sangat disukai Hamzah, karena dia bercita-cita menjadi dokter. Beda dengan Leon, dia sangat membenci pelajaran IPA. Memang dia selalu berusaha untuk menguasai IPA, tapi tetap saja nilai IPA masih di bawah nilai matematikanya. Hamzah mampu mengerjakan soal-soal dengan mudah dan lancar. Sedangkan Leon, ada beberapa soal yang menurutnya sulit, sehingga dia ragu-ragu untuk menjawabnya.
“Hamzah” Leon memanggil Hamzah berbisik sambil menunjukkan tiga jari kanannya. Bangku Hamzah di dekat bangku Leon, jadi memudahkan mereka untuk bertanya jawab.
Hamzah menoleh ke arah Leon dengan senyum. Leon yakin dengan mau menjadi temannya Hamzah, Hamzah pasti mau memberi tahu jawaban nomor tiga. Namun, Hamzah malah berdiri dan maju ke meja guru untuk mengumpulkan pekerjaannya. Semua temannya kagum pada kecepatan Hamzah mengerjakan ulangan IPA tersebut. Sementara Leon, dia kecewa sekaligus marah pada Hamzah karena ternyata dia tidak mau memberi tahu jawabannya.
Ketika jam istirahat.
“Hamzah!” Leon berteriak memanggil Hamzah yang lagi senang bermain kelereng bersama teman-temannya.
Hamzah menoleh ke arah Leon, “Hoe Leon, Aldi, Reno, Tommy, sini ikut bermain!” Meski Hamzah tahu kalau Leon tidak akan mau bermain bersama teman-teman yang lain, namun Hamzah tetap mengajaknya. Dia ingin Leon berubah dan tidak pilih-pilih teman lagi.
Dengan berat hati, Leon diikuti ketiga temannya menuju tempat permainan Hamzah dan teman-teman. “Aku mau bertanya, Zah” ucap Leon. Hamzah dan teman-temanpun berhenti bermain.
“Mau tanya apa Leon?” Hamzah balik bertanya.
“Aku mau tanya, kemarin aku tidak mau berkenalan dan berteman denganmu, tapi kenapa kamu menolongku saat aku jatuh dari sepeda? Dan sekarang kita sudah berteman. tapi kamu malah tidak mau membantuku saat ulangan tadi, kenapa?” tanya Leon.
Hamzah tersenyum dan menjawab, “Leon, teman-teman, kalian beragama Islam kan?” tanya Hamzah yang dijawab dengan anggukan Leon dan teman-teman yang mendengarkan. “Pasti kenal dengan Nabi Muhammad kan?” tanya Hamzah kemudian.
“Kenal dong, Nabi yang terakhir kan?” jawab Edo.
“Iya Do benar, aku hanya mencontoh Nabi Muhammad saw. Ada sebuah cerita bahwa suatu hari ada seorang pengemis yang menghina Nabi Muhammad, tapi apakah Nabi Muhammad balas menghina pengemis itu? Tidak teman, Nabi Muhammad malah memberi makanan kepada pengemis tersebut” Hamzah sedikit bercerita. “Sungguh mulia kan Nabi kita Muhammad?” tanya Hamzah kemudian.
“Iya, baik banget ya Nabi Muhammad” kata Reno.
Semuanya mengangguk mengiyakan.
“Lalu kenapa kamu pelit tidak mau memberikan jawabanmu pada Leon?” tanya Aldi.
“Ohhh kalau yang itu beda teman” jawab Hamzah.
“Bedanya di mana?” tanya Leon tidak sabar mendengar jawabannya.
“Agama kita, Islam, menyuruh kita untuk tolong menolong dalam kebaikan, serta melarang tolong menolong pada kejahatan. Nah, kalau mencontek saat ulangan boleh tidak?” ujar Hamzah.
“Bu Guru sih melarang kita nyontek” jawab Erik.
“Hmm iya, kata Ibuku kalau kita nyontek itu berarti kita tidak jujur” ucap Tommy.
“Kalau tidak jujur berarti berbohong, dosa dong Zah?” tanya Reno.
Hamzah tersenyum, “Iya, kalian benar teman” jawab Hamzah sambil mengacungkan jempol pada teman-temannya. “Kalau aku tadi membantu Leon dengan memberikan jawaban, bukankah aku berdosa karena telah menolong dalam hal kejahatan?” lanjut Hamzah.
Mendengar jawaban Hamzah, Leon hanya diam tanpa berkomentar apapun. Yang ada di pikiran Leon hanyalah bagaimana agar bisa mendapatkan nilai yang bagus. Untuk selain Leon, mereka semua mengangguk setuju dengan sikap Hamzah tidak mencontekkan jawabannya pada Leon.
“Oke, satu lagi” ucap Leon. Semuanya pun menoleh ke arah Leon. “Kalian tahu teman-teman, sebenarnya Hamzah adalah anak Pak Firman. Kalian tahu Pak Firman kan? Juragan buah yang sangat kaya, tapi kenapa benda-benda yang dipakai Hamzah tidak semewah punyaku, punya Reno, Aldi, dan Tommy?” Leon menjelaskan siapa Hamzah sebenarnya. “Kamu takut ya minta barang mahal pada ayahmu?” Leon bermaksud meledek Hamzah.
Dengan tenang dan tetap tersenyum Hamzah menjawab, “Leon, kenapa harus memakai barang-barang mahal kalau yang sederhana saja bisa mencukupi kebutuhan kita? Apakah biar semua tahu kalau kita orang kaya?” pertanyaan Hamzah tersebut membuat Leon tercengang.
“Ibuku pernah menasehati bahwa kita tidak boleh sombong di dunia ini. Teman, apa yang perlu disombongkan? Uang yang banyak? Harta berlimpah yang kita miliki? Ibu ku selalu bilang, itu bukan milik kita, semua itu hanya titipan dari Allah. Yang namanya titipan, suatu saat pasti diambil lagi oleh pemiliknya kan? Kalau kita sampai tidak mau berteman dengan anak yang tidak kaya, lalu jika Allah mengambil kekayaan kita sehingga kita menjadi miskin, bagaimana perasaannya kalau teman-teman meninggalkan dan tidak mau lagi berteman dengan kita hanya gara-gara kita miskin?” jelas Hamzah berharap Leon menyadari kesalahannya.
“Apakah itu mengasyikkan Leon?” tanya Hamzah bermaksud meledek Leon.
Teman-teman Hamzah yang mendengarkan penjelasan Hamzah bersorak mendukung apa yang dikatakan Hamzah. Sebenarnya Leon juga membenarkan perkataan Hamzah, namun karena malu dan merasa tersindir dengan ucapan Hamzah, dia pun langsung pergi masuk kelas.


2 komentar:

  1. sudah saatnya kita mengajarkan kesederhanaan kepada anak2. Semoga Hamzah bisa menjadi inspirasi, bahwa hidup sederhana itu lebih indah :)

    BalasHapus

Like Me :)

Leon vs Hamzah

Pagi yang cerah. Di sebuah kelas bertuliskan KELAS 5, seperti biasanya para siswa berisik berbicara tentang hal-hal yang menurut mereka asyik dibicarakan kepada teman-temannya. Bicara tentang permainan, PR yang menurutnya sulit, ulangan harian, dan lain sebagainya. Tampak seorang anak laki-laki melongokkan kepalanya di pintu, sebentar dan langsung segera duduk manis di bangkunya sambil memberikan isyarat diam kepada teman-temannya. Tidak lama kemudian, sang guru datang. Semua siswa pun segera menyesuaikan diri di bangkunya masing-masing. Diam seketika.
“Silahkan masuk!” Ucap Bu Mila setelah mengucapkan salam kepada siswa-siswanya.
Masuklah seorang siswa laki-laki, para siswa pun mulai bisik-berbisik mengenai siswa laki-laki tersebut dengan teman yang berada di dekatnya, membuat suasana kelas cukup berisik kembali.
“Anak-anak silahkan diam,” ucap Bu Mila.  Semua siswapun diam. “Tolong dengarkan teman barumu akan berkenalan” lanjut Bu Mila.
Para siswa pun mendengarkan perkenalan teman barunya. Tapi, ada salah satu siswa yang tidak tertarik dengan penjelasan siswa baru itu, Leon namanya, dia lebih memilih serius mengamati penampilan siswa baru tersebut.
Rambut yang tertata rapi, wajah yang terlihat ceria, serta berpenampilan rapi. Benda-benda yang dipakainya diamati satu per satu. Tas yang disandang di bahunya, sepatu, serta jam yang melingkar di tangannya, semuanya cukup sederhana, bukan barang mewah. Kemudian Leon beralih pada benda kotak yang tertempel di dada sebelah kanan, sebuah papan nama kecil bertuliskan HAMZAH. Setelah pengamatan terhadap teman barunya selesai, ia pun sibuk dengan buku-buku di mejanya, tak lagi mau menggubris perkenalan singkat Hamzah.
***
Pelajaran IPA pun dimulai. Sebelum Bu Mila menjelaskan materi, beliau memberikan pertanyaan kepada siswanya. Leon pun langsung mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut.  Sudah dihafal oleh guru dan teman-temannya bahwa Leon selalu menjadi yang pertama kali mengangkat tangan dan sebagian banyak jawabannya benar. Namun sayang, jawabannya kali ini kurang benar. Meski dia mudah menguasai semua mata pelajaran, namun ada pelajaran yang tidak terlalu dikuasainya yakni materi yang banyak hafalannya seperti IPA dan IPS.
“Jawaban Leon bagus, tapi masih kurang benar, siapa lagi yang bisa menjawab?” tanya Bu Mila.
“Pernapasan dada melibatkan aktivitas tulang dada dan otot tulang rusuk, sedangkan pernapasan perut melibatkan aktivitas otot diafragma” jawab Hamzah tanpa angkat tangan terlebih dahulu. Guru dan semua temanpun menatap ke arah Hamzah. Begitu juga dengan Leon, dia juga menatap Hamzah, tapi bukan tatapan kagum seperti tatapan guru dan teman-temannya, melainkan tatapan sinis nan tajam.
“Jawaban yang tepat Hamzah” kata Bu Mila sambil mengacungkan jempol ke arah Hamzah.
Mendengar pujian guru kepada Hamzah, Leon mulai iri pada Hamzah. Tak pernah dia bayangkan akan ada teman yang menyainginya. Dia marah sekaligus takut jika posisi juara kelasnya diganti oleh siswa baru tersebut.
“Heleh, mungkin dia hanya jago pada pelajaran IPA” kata Leon dalam hati mencoba menghibur dirinya sendiri.
***
Bel istirahat pun berbunyi. Kesempatan ini digunakan Hamzah untuk mengenal teman-teman sekelasnya. Dengan wajah yang bersahabat serta ramah membuat dirinya mudah akrab dengan siapapun, termasuk teman-teman barunya.
“Setelah istirahat jangan lupa ada ulangan matematika” seru Leon sebagai ketua kelas mengingatkan teman-temannya. Anak yang unggul dalam hal hitung menghitung ini selalu senang jika ada ulangan matematika, karena dia yakin pasti mendapatkan nilai tertinggi.
“Aku Reno”.
“Aku Aldi”
“Aku Tommy”.
Reno, Aldi, dan Tommy mengenalkan namanya kepada Hamzah dengan senyum.
“Kamu pasti ketua kelasnya kan?” tanya Hamzah sambil menyodorkan tangan kanannya pada Leon, ingin menjabat tangannya. Sayang, Leon tidak menerima uluran tangannya, Leon malah memperlihatkan wajah sinis dan segera duduk di bangkunya.
Hamzah sedikit kecewa dengan sikap ketua kelasnya.
“Cepetan belajar matematika sana, Zah! Kamu pasti belum belajar kan?” ujar Tomy.
“Iya, sana-sana” Reno dan Aldi ikut-ikutan menyuruh Hamzah untuk segera duduk di bangkunya agar Hamzah tidak terlalu kecewa atas perlakuan Leon. Aldi, Reno, dan Tommy sudah berteman akrab dengan Leon sejak mereka duduk di kelas tiga. Jadi, mereka sudah paham apa maksud Leon tidak mau berkenalan dengan Hamzah. Itulah jeleknya Leon, dalam berteman dia selalu pilih-pilih. Hanya anaknya orang kaya saja yang bisa berteman akrab dengannya, seperti Aldi, Reno, dan Tommy.
Bel masuk berbunyi dan ulangan matematika pun dilaksanakan. Semua siswa mengerjakan dengan serius dan sungguh-sungguh. Walaupun ada beberapa siswa yang terlihat kebingungan dan mencoba untuk bertanya temannya, namun tidak mereka lakukan karena takut pada Bu Mila.
Satu setengah jam sudah ulangan harian matematika berlangsung. Bu Mila pun meminta Leon untuk mengumpulkan pekerjaan teman-temannya. Satu per satu pekerjaan temannya pun diambilnya dan dikumpulkan kepada Bu Mila yang kemudian dikoreksi. Sambil menunggu hasil ulangan, siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang ada di buku paket mereka.
Tiga puluh menit kemudian, Bu Mila membagikan hasil ulangan matematika tersebut. Kertas ulanganpun sudah di tangan mereka masing-masing. Untuk mereka yang mendapatkan nilai bagus, mereka sangat senang. Bagi yang mendapatkan nilai kurang, sudah pasti mereka cukup kecewa. Untuk Leon, dia terlihat begitu bahagia mendapati angka sembilan puluh delapan pada kertas ulangannya.
“Nilai sempurna pada ulangan matematika ini diraih oleh Hamzah! Selamat Hamzah, pertahankan prestasimu!” kata Bu Mila memuji Hamzah.
“Alhamdulillah” ucap Hamzah lirih.
“Untuk yang lain, lebih rajin lagi ya belajarnya”.
“Iya Bu,” jawab para siswa serentak.
“Agar kalian bisa mendapatkan nilai seratus seperti Hamzah” lanjut Bu Mila.
“Wah, ternyata ada yang lebih jago dari Leon teman-teman” Edo bersuara yang diikuti tawa teman-temannya.
“Leon sudah bagus, hanya saja mungkin dia kurang teliti” ujar Bu Mila berharap untuk ulangan ke depan Leon harus lebih teliti lagi. “Oke anak-anak, besok kita ulangan IPA ya, jangan lupa belajar rajin” lanjut Bu Mila.
“Ya Buuu”.
Bel pulang berbunyi, kali ini Leon langsung segera keluar kelas tanpa menunggu maupun menyapa Aldi, Reno, dan Tommy seperti biasanya. Mereka memanggil Leon, namun Leon tak mempedulikannya, dia tetap terus berlari dan mengambil sepedanya. Sikap Leon membuat mereka bingung. Mereka mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah mereka buat sehingga membuat Leon seperti itu, namun mereka tak menemukan juga, ini berarti memang mereka tidak berbuat salah.
“Tommy, Aldi, Reno, aku pulang dulu ya, assalamulaikum” Hamzah menyapa Reno, Aldi, dan Tommy yang masih bingung dengan sikap Leon.
“Iya, Zah, wa’alaikumussalam” jawab mereka bertiga bersama yang kemudian segera mengikuti langkah Hamzah mengambil sepeda di parkiran.
Bruug.
Suara itu mengagetkan Reno, Aldi, dan Tommy yang lagi sibuk mengeluarkan sepedanya di tempat parkir. Merekapun menoleh ke arah suara itu muncul, dan mendapati Leon duduk di lapangan sekolah dengan sepeda yang ambruk di sampingnya. Lalu mereka pun segera mengambil sepedanya dan cepat-cepat menghampiri Leon.
“Leon, kamu tidak apa-apa?” mengetahui Leon terjatuh, Hamzah langsung turun dari sepedanya dan berniat membantu Leon berdiri. Namun, Leon mencegahnya dengan mengibaskan tangan Hamzah. Leon juga tidak menjawab pertanyaan Hamzah, dia hanya diam dengan wajah lebih geram dari pada di kelas tadi.
“Leon, kenapa sih kamu buru-buru pulang?” tanya Tommy menghampiri Leon yang masih duduk di lapangan sekolah. Begitu juga dengan Aldi dan Reno, mereka menghampiri Leon dengan panik.
“Apa yang sakit?” tanya Aldi.
Leon pun memperlihatkan lututnya yang luka dan mengeluarkan darah yang tidak mengalir. Melihat luka Leon, Hamzah segera sibuk dengan tasnya untuk mengambil betadine.
“Heh, apa yang akan kamu lakukan?” akhirnya Leon bersuara setelah melihat betadine di tangan kanan Hamzah. “Kamulah yang menyebabkan kecelakaan ini” Leon berbicara sinis pada Hamzah. Meski Leon berbicara kasar pada Hamzah, tapi Hamzah tidak peduli. Menurut Hamzah, ada yang lebih penting dari menjawab perkataan Leon, yaitu mengobati luka Leon. Awalnya Leon menolak untuk ditetesi betadine, namun karena paksaan dari ketiga temannya, dia pun mempersilahkan Hamzah mengobati lukanya.
“Heh, kenapa kamu mau mengobati lukaku?” tanya Leon pada Hamzah ketika Hamzah memasukkan betadine ke dalam tasnya. “Kamu tidak merasa kalau aku membencimu?” lanjut Leon kemudian.
Hamzah tersenyum mendengar pertanyaan Leon, “Iya aku tahu, bahkan aku juga merasa kamu tidak akan pernah mau berteman denganku” jawab Hamzah yang kemudian mengambil sepedanya yang tergeletak di sampingnya. “Tidak masalah kan kalau air toba dibalas dengan air susu?” tanya Hamzah dengan senyum meledek.
Aldi, Tommy, dan Reno memikirkan kalimat yang diucapkan Hamzah. Mereka seperti pernah mendengar, namun masih lupa-lupa ingat akan arti pernyataan Hamzah. “Oh iya, justru itu baik Zah kalau kejahatan dibalas dengan kebaikan” ujar Tommy setelah menemukan arti dari pernyataan Hamzah.
Reno pun ingat setelah Tommy mengatakan artinya dan langsung berkata, “Iya, dari pada air susu dibalas dengan air toba, kan tidak punya rasa terima kasih banget tuh orang, ya gak teman-teman?” Reno melemparkan pertanyaan ke arah teman-temannya. Aldi dan Tommy mengangguk menyetujui perkataan Reno. Sedangkan Leon tetap diam sambil menahan perih luka di lututnya.
“Ya sudah, aku pulang duluan, semoga cepat sembuh Leon, assalamualaikum” kata Hamzah yang kemudian mengayuh sepedanya.
“Iya, waalaikumussalam” jawab Reno, Aldi, dan Tommy.
“Hamzah, tunggu dulu!” teriak Leon.
Hamzah berhenti tepat di gerbang sekolah dan menoleh ke belakang ke arah Leon dan teman-temannya. Tampak Leon berusaha untuk berdiri yang dibantu oleh ketiga temannya. Dia pun menaiki sepedanya dan diikuti oleh ketiga temannya. Karena lukanya tidak terlalu parah, Leonpun tetap bisa mengayuh sepeda meski lukanya belum sembuh total.
Leon mengayuh sepeda dengan hati-hati, “Kalau aku berteman dengan Hamzah, pasti besok dia mau membantuku mengerjakan ulangan IPA” ucap Leon dalam hati.
“Ada apa?” tanya Hamzah setelah Leon menghampirinya.
Leon mengulurkan tangannya pada Hamzah, “Maafkan aku, maukah kamu jadi temanku?” kata Leon.
Reno, Aldi, dan Tommy pun bingung dengan sikap Leon yang tiba-tiba mengajak Hamzah untuk menjadi temannya. Karena biasanya, kalau mulai awal sudah tidak suka dengan seseorang, selamanya dia tidak akan mau berteman, kecuali kalau ada yang diharapkan Leon dari anak tersebut.
Hamzah juga tak kalah bingungnya, dia bingung karena menurut teman sebangkunya tadi, dia bukan tipe anak yang akan dijadikan teman Leon. Awalnya Hamzah ragu-ragu, namun akhirnya dia menerima uluran tangan Leon dan dengan senang hati mau berteman dengan Leon. Mereka berdua pun berjabat tangan.
***
Matahari pagi kembali muncul membuat cerahnya pagi. Hamzah sampai di gerbang sekolah tepat pukul 06.30. Seperti biasanya, penampilannya rapi dan terlihat siap menerima ilmu dari guru yang mengajar hari ini.
“Hamzah!”
Mendengar namanya dipanggil, dia pun berhenti dan menoleh ke arah suara tersebut. Dia mendapati seorang bapak dengan anaknya lagi berhenti berseberang dengannya. Mereka terlihat akan menyeberang menuju gerbang sekolah. Hamzah mengamati bapak tersebut (tanpa melihat anak yang diboncengnya), dia seperti tidak asing dengan bapak yang memanggilnya.
“Kamu Hamzah anaknya Pak Firman?” tanya bapak tersebut setelah mendekati Hamzah.
“Oh iya, Om Anto?” tanya Hamzah memastikan. Dia pun bersalaman dengan Pak Anto.
“Ayah kok mengenalnya?” tanya anak yang dibonceng setelah turun dari motor.
“Leon?” Hamzah kaget mengetahui anak yang dibonceng Pak Anto ternyata adalah Leon.
“Oh iya, kalian satu kelas ya? Hamzah, Leon ini anak om yang biasanya om ceritakan ke kamu. Ini lukanya belum sembuh total, makanya dia dilarang naik sepeda sama ibunya” jelas Pak Anto.
Hamzah mengangguk tersenyum mendengar penjelasan Pak Anto.
“Dan Leon, Hamzah ini adalah anaknya Pak Firman, juragan buahnya Ayah, masih ingat?” tanya Pak Anto pada Leon.
Leon pun mengangguk dengan wajah kaget karena mengetahui bahwa ternyata Hamzah adalah anaknya Bos dari ayahnya. Ayah Leon adalah juragan buah, pedagang-pedagang buah kecil mengambil buah di rumah ayah Leon, dan ayah Leon mengambilnya dari ayahnya Hamzah.
“Ini berarti Hamzah lebih kaya dari aku” ucap Leon dalam hati.
“Ya sudah, Om tinggal dulu Hamzah, barengin Leon masuk kelas ya” pinta pak Anto.
“Siap Om”.
Hamzah menuntun sepedanya dari  gerbang sampai ke tempat parkir, dan Leon berjalan menjajari Hamzah. Keduanya hanya diam tanpa berbicara apapun. Leon masih tidak mengira bahwa Hamzah yang berpenampilan serta memakai benda-benda sederhana ternyata anaknya Pak Firman, juragan buah kaya raya.
“Sudah siap menghadapi IPA?” tanya Hamzah membuyarkan lamunan Leon.
Leon hanya menjawab dengan anggukan.
***
Bel masuk berbunyi. Jam pertama adalah jadwalnya kelas 5 ulangan IPA. Setelah berdoa, Bu Mila membagikan kertas soal beserta kertas jawabannya. Para siswa begitu serius mengerjakan ulangan harian ini. Kelas begitu hening.
Pelajaran IPA adalah pelajaran yang sangat disukai Hamzah, karena dia bercita-cita menjadi dokter. Beda dengan Leon, dia sangat membenci pelajaran IPA. Memang dia selalu berusaha untuk menguasai IPA, tapi tetap saja nilai IPA masih di bawah nilai matematikanya. Hamzah mampu mengerjakan soal-soal dengan mudah dan lancar. Sedangkan Leon, ada beberapa soal yang menurutnya sulit, sehingga dia ragu-ragu untuk menjawabnya.
“Hamzah” Leon memanggil Hamzah berbisik sambil menunjukkan tiga jari kanannya. Bangku Hamzah di dekat bangku Leon, jadi memudahkan mereka untuk bertanya jawab.
Hamzah menoleh ke arah Leon dengan senyum. Leon yakin dengan mau menjadi temannya Hamzah, Hamzah pasti mau memberi tahu jawaban nomor tiga. Namun, Hamzah malah berdiri dan maju ke meja guru untuk mengumpulkan pekerjaannya. Semua temannya kagum pada kecepatan Hamzah mengerjakan ulangan IPA tersebut. Sementara Leon, dia kecewa sekaligus marah pada Hamzah karena ternyata dia tidak mau memberi tahu jawabannya.
Ketika jam istirahat.
“Hamzah!” Leon berteriak memanggil Hamzah yang lagi senang bermain kelereng bersama teman-temannya.
Hamzah menoleh ke arah Leon, “Hoe Leon, Aldi, Reno, Tommy, sini ikut bermain!” Meski Hamzah tahu kalau Leon tidak akan mau bermain bersama teman-teman yang lain, namun Hamzah tetap mengajaknya. Dia ingin Leon berubah dan tidak pilih-pilih teman lagi.
Dengan berat hati, Leon diikuti ketiga temannya menuju tempat permainan Hamzah dan teman-teman. “Aku mau bertanya, Zah” ucap Leon. Hamzah dan teman-temanpun berhenti bermain.
“Mau tanya apa Leon?” Hamzah balik bertanya.
“Aku mau tanya, kemarin aku tidak mau berkenalan dan berteman denganmu, tapi kenapa kamu menolongku saat aku jatuh dari sepeda? Dan sekarang kita sudah berteman. tapi kamu malah tidak mau membantuku saat ulangan tadi, kenapa?” tanya Leon.
Hamzah tersenyum dan menjawab, “Leon, teman-teman, kalian beragama Islam kan?” tanya Hamzah yang dijawab dengan anggukan Leon dan teman-teman yang mendengarkan. “Pasti kenal dengan Nabi Muhammad kan?” tanya Hamzah kemudian.
“Kenal dong, Nabi yang terakhir kan?” jawab Edo.
“Iya Do benar, aku hanya mencontoh Nabi Muhammad saw. Ada sebuah cerita bahwa suatu hari ada seorang pengemis yang menghina Nabi Muhammad, tapi apakah Nabi Muhammad balas menghina pengemis itu? Tidak teman, Nabi Muhammad malah memberi makanan kepada pengemis tersebut” Hamzah sedikit bercerita. “Sungguh mulia kan Nabi kita Muhammad?” tanya Hamzah kemudian.
“Iya, baik banget ya Nabi Muhammad” kata Reno.
Semuanya mengangguk mengiyakan.
“Lalu kenapa kamu pelit tidak mau memberikan jawabanmu pada Leon?” tanya Aldi.
“Ohhh kalau yang itu beda teman” jawab Hamzah.
“Bedanya di mana?” tanya Leon tidak sabar mendengar jawabannya.
“Agama kita, Islam, menyuruh kita untuk tolong menolong dalam kebaikan, serta melarang tolong menolong pada kejahatan. Nah, kalau mencontek saat ulangan boleh tidak?” ujar Hamzah.
“Bu Guru sih melarang kita nyontek” jawab Erik.
“Hmm iya, kata Ibuku kalau kita nyontek itu berarti kita tidak jujur” ucap Tommy.
“Kalau tidak jujur berarti berbohong, dosa dong Zah?” tanya Reno.
Hamzah tersenyum, “Iya, kalian benar teman” jawab Hamzah sambil mengacungkan jempol pada teman-temannya. “Kalau aku tadi membantu Leon dengan memberikan jawaban, bukankah aku berdosa karena telah menolong dalam hal kejahatan?” lanjut Hamzah.
Mendengar jawaban Hamzah, Leon hanya diam tanpa berkomentar apapun. Yang ada di pikiran Leon hanyalah bagaimana agar bisa mendapatkan nilai yang bagus. Untuk selain Leon, mereka semua mengangguk setuju dengan sikap Hamzah tidak mencontekkan jawabannya pada Leon.
“Oke, satu lagi” ucap Leon. Semuanya pun menoleh ke arah Leon. “Kalian tahu teman-teman, sebenarnya Hamzah adalah anak Pak Firman. Kalian tahu Pak Firman kan? Juragan buah yang sangat kaya, tapi kenapa benda-benda yang dipakai Hamzah tidak semewah punyaku, punya Reno, Aldi, dan Tommy?” Leon menjelaskan siapa Hamzah sebenarnya. “Kamu takut ya minta barang mahal pada ayahmu?” Leon bermaksud meledek Hamzah.
Dengan tenang dan tetap tersenyum Hamzah menjawab, “Leon, kenapa harus memakai barang-barang mahal kalau yang sederhana saja bisa mencukupi kebutuhan kita? Apakah biar semua tahu kalau kita orang kaya?” pertanyaan Hamzah tersebut membuat Leon tercengang.
“Ibuku pernah menasehati bahwa kita tidak boleh sombong di dunia ini. Teman, apa yang perlu disombongkan? Uang yang banyak? Harta berlimpah yang kita miliki? Ibu ku selalu bilang, itu bukan milik kita, semua itu hanya titipan dari Allah. Yang namanya titipan, suatu saat pasti diambil lagi oleh pemiliknya kan? Kalau kita sampai tidak mau berteman dengan anak yang tidak kaya, lalu jika Allah mengambil kekayaan kita sehingga kita menjadi miskin, bagaimana perasaannya kalau teman-teman meninggalkan dan tidak mau lagi berteman dengan kita hanya gara-gara kita miskin?” jelas Hamzah berharap Leon menyadari kesalahannya.
“Apakah itu mengasyikkan Leon?” tanya Hamzah bermaksud meledek Leon.
Teman-teman Hamzah yang mendengarkan penjelasan Hamzah bersorak mendukung apa yang dikatakan Hamzah. Sebenarnya Leon juga membenarkan perkataan Hamzah, namun karena malu dan merasa tersindir dengan ucapan Hamzah, dia pun langsung pergi masuk kelas.


2 komentar:

  1. sudah saatnya kita mengajarkan kesederhanaan kepada anak2. Semoga Hamzah bisa menjadi inspirasi, bahwa hidup sederhana itu lebih indah :)

    BalasHapus

Blog Design by W-Blog